Bab 70
Bab 70
Bab 70 Liontin
Vivin tersenyum getir, “Gaun ini adalah gaun edisi terbatas yang harganya sampai beberapa ribu. Aku tidak sanggup membelinya.”
Finno mengangguk mengerti seraya meletakkan foto itu kembali kedalam amplop dan berkata kepada Noah, “Anggap saja itu gaun edisi terbatas, pasti tidak akan sulit menemukan yang asli.” Ccontent © exclusive by Nô/vel(D)ra/ma.Org.
Noah mengangguk kemudian pamit pergi.
Finno dan Vivin kembali makan pizza.
Vivin tidak yakin apakah dia terlalu memusingkannya, tapi Finno kelihatannya kehilangan selera makan setelah kepergian Noah. Dia menatap kearahnya dengan iseng beberapa kali dan menyadari raut kosong di wajahnya.
Apa dia… memikirkan soal penculikan sepuluh tahun lalu?
Media tidak menyingkap kasus itu dengan begitu jelas lantaran keluarga Normando juga ikut campur didalam kasus penculikan itu. Itu pasti pengalaman yang begitu menakutkan; jika tidak, kakinya tidak mungkin sampai luka berat.
Vivin masih betah menatap wajah tampan Finno dari samping saat pria itu tiba-tiba bertanya, “Apa kau suka melihat apa yang kau lihat?”
Vivin termenung beberapa saat, untuk kemudian tersadar bahwa Finno tengah membahas dirinya yang sedang menatapnya sedari tadi. Dia dengan cepat menundukkan pandangannya karena wajahnya memanas. “Aku minta maaf,”
Finno tertawa kecil dan tidak mengatakan apapun. Mereka menghabiskan pizza itu dan Vivin kemudian pergi mandi.
Vivin keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya setelah mandi. Tapi, saat dia berjalan menuju kamar tidur, dia tidak melihat Finno. Ia malah melihat pria itu tengah berdiri di balkon kamar utama, seperti tengah menatap sesuatu.
Vivin berhenti sejenak sebelum dia kembali melanjutkan langkahnya. Dia kemudian tahu bahwa Finno tengah menatap sebuah liontin
Liontin itu terbuat dari kalung berlian yang sangat halus. Vivin bisa menyimpulkan dengan cepat kalau kalung cantik itu dirancang untuk wanita.
Vivin terkejut.
Finno… sedang menatap kalung milik wanita lain?
Entah kenapa, Vivin tidak suka dengan pemikirannya bahwa Finno menyukai wanita lain.
Dia segera menggelengkan kepalanya dan mengabaikan perasaan aneh di hatinya.
Vivin, ingatlah siapa dirimu dan jangan melewati batas. Kau sudah tahu kenapa Finno menikahimu, itu hanya demi gelar pasangan sah saja. Apa lagi yang kau harapkan?
Jangan pernah berniat memiliki apapun yang bukan milikmu. Sebagai anak haram, tidakkah kau belajar soal hal ini dari dulu?
Vivin tersadar dari lamunannya dan tertawa getir sebelum kembali mengeringkan rambutnya.
Finno berjalan kearahnya; kalung yang dipegangnya sudah hilang entah kemana. “Fabian mengadakan sebuah pesta untuk memperkenalkan tunangannya pada keluarga kami. Bersiaplah untuk mendatangi pesta itu bersamaku,” ucapnya santai.
Tangan Vivin membeku seraya menatap kearah Finno, yang tengah berdiri dibelakangnya dari cermin. Dia bertanya dengan ragu, “Apa aku harus pergi?”
Dia menyadari raut wajah Finno yang berubah dingin; dia dengan cepat merespon, “Baiklah, aku mengerti. Aku akan pergi.”
Aku bisa bersembunyi sekali, tapi aku tidak bisa bersembunyi seumur hidupku. Tidak mungkin bagiku untuk bersembunyi dari Fabian dan Alin selamanya.
Raut wajah Finno melembut dan dia mengangguk, “Jangan takut. Aku akan menyewa seseorang untuk membuatkan gaun untukmu, jadi ingatlah untuk mengunjungi butik itu untuk fitting
besok.”
Vivin tahu kalau itu adalah sebuah pesta besar yang akan didatangi banyak tamu. Meskipun Alin yang akan menjadi bintang di pesta itu, itu adalah kali pertama dirinya menunjukkan diri sebagai istri Finno didepan publik. Penting baginya untuk berhati-hati dan membuat kesan yang bagus. Jadi, dia mengangguk setuju.
Hari berikutnya, Vivin mengakhiri wawancaranya lebih cepat dan pergi mengunjungi butik yang disebutkan Finno.
Vivin agak was-was karena dia tidak pernah menginjakkan kaki di tempat seperti itu sebelumnya. Untungnya, Finno menyuruh Noah untuk menemaninya lantaran pria itu tengah sibuk.
“Nyonya Normando,” panggil Noah. Dia tengah menunggu diluar butik. Saat dia melihat Vivin, dia membuka pintu untuknya dan berkata, “Lewat sini, silahkan.”
Vivin mengikuti Noah memasuki butik yang dipenuhi oleh dekorasi-dekorasi mewah itu. Ada begitu banyak pelayan dan beberapa pelanggan di butik tersebut.
Vivin hendak menuju lantai dua, dan sepasang gadis cantik muncul untuk mengukur tubuhnya. Dia mengangkat tangannya dengan gugup dan berharap semoga semua ini bisa selesai dnegan cepat. Tiba-tiba, dia mendengar suara yang penuh dengan keterkejutan….
“Vivin?